Sastra di Era Disrupsi

0
1838
Sumber : Google

Disrupsi atau disruption dipopulerkan oleh Clayton Christesen sebagai suatu era kelanjutan dari tradisi berpikir. Kamus Besar Bahasa Indnonesia menyebutnya sebagai hal tercerabut dari akar karena perubahan fundamental dalam kehidupan sehari-hari akibat evolusi teknologi yang menyasar dalam kehidupan manusia

Era disrupsi ini ada yang memandangnya sebagai peluang sekaligus ancaman. Era disrupsi ditandai dengan digitalisasi, aktivitas dunia nyata bergeser ke dunia maya, perubahan pola bisnis dan berkembangnya transportasi daring. Disrupsi memaksa seseorang untuk harus banyak menghadapi pilihan, membentuk ulang (reshape) atau merekonstruksi pengalaman untuk membentuk pengalaman baru, dan menciptakan sesuatu yang baru.

Era disrupsi bagi jagat sastra dan para sastrawan merupakan ancaman sekaligus ancaman sekaligus peluang. Ancaman karena era disrupsi berpeluang besar menggeser tradisi cetak atau tradisi buku menuju tradisi digital. Buku dan tradisi cetak lambat laun tergerus oleh digitalisasi. Produk tulisan tak lagi ‘cukup’ berwahana media cetak tapi dituntut berubah wujud menuju e-book atau yang lain yang bersifat digital. Penyebaran sastra tidak lagi berbasis media cetak namun melalui teknologi digital.

Ancaman nyata era disrupsi bagi sastrawan adalah tuntutan untuk melahirkan teks sastra yang ‘benar-benar baru’ dan gagasan besar. Teks-teks sastra yang ‘sekedarnya’ akan sekejap dilupakan dan yang dicari adalah teks-teks sastra yang menyentuh berbagai interdisiplin. Itu berarti seorang sastrawan dituntut untuk mengembangkan potensi pengetahuannya seluas-luasnya. Di era disrupsi, tak ada tempat lagi bagi para penulis yang terbatas intelektualitasnya.

Selain ancaman, era disrupsi menyediakan peluang bagi jagat sastra yaitu peluang penciptaan gagasan besar dalam teks sastra, peluang pengembangan lintas disiplin dan masyarakat lebih membuka diri terhadap keberadaan teks sastra. Sastrawan tidak lagi sekedar homo sapiens namun homodeus  atau super human. Era disrupsi hanya memberi tempat bagi hal-hal yang inovatif, kreatif dan rationalistik. Ketiga hal tersebut ada dalam diri sastrawan!

__
Ditulis oleh : Tjahjono Widarmanto

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

2 × four =