Manusia Bertopeng dalam Penjara Dunia Abu-Abu

0
2105

Kajian Filsafat Modern Positivisme
oleh Shinta Rosandi, S.Pd. (Guru Mapel Bahasa Indonesia)

PENDAHULUAN

Perkembangan masyarakat dunia sudah memasuki masyarakat informasi yang merupakan kelanjutan dari masyarakat modern dengan ciri-cirinya yang bersifat rasional, beriorientasi ke masa depan terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri, dan inovatif. Sedangkan ditinjau dari penguasaan terhadap teknologi informasi seperti penguasaan internet, manusia modern mampu bersaing, rasa ingin tahu yang besar, imajinatif, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, dan menguasai berbagai metode dalam memecahkan masalah.

Masyarakat modern dikelilingi oleh barang-barang yang mempermudah hidupnya dalam melaksanakan akitivitas. Modernitas telah memberikan kontribusi sangat signifikan terhadap kehidupan manusia. Dengan produk modernitas, terutama di bidang teknologi, manusia bisa menikmati hidup di bumi ini secara relatif maksimal. Jarak yang jauh tidak lagi menjadi persoalan dalam melakukan komunikasi dengan keluarga ataupun rekan bisnis. Semua dapat dilakukan dengan fasilitas alat-alat modern. Modernitas menyediakan hidup yang sangat mudah bagi manusia.

Kehidupan modern selain berdampak positif juga berdampak negatif. Peradaban modern yang awalnya ditandai dengan jaminan kemudahan dan efisiensi berubah menjadi beban yang memberati masyarakat modern. Pertambahan kebutuhan dan hasrat identitas sosial memaksa manusia untuk makin memenuhinya melalui konsumsi. Hal ini berakibat semakin membuat manusia masuk dalam suatu ketergantungan. Oleh sebab itulah, tampillah dunia benda-benda konsumsi yang justru memperbudak dan merendahkan martabat manusia. Lantaran status manusia dinilai berdasarkan pada kepemilikannya.

Karakter masyarakat modern yang didominasi oleh orientasi pasar yang keberhasilan seseorang bergantung pada sejauh mana nilai jualnya di pasar karena manusia modern mengalami dirinya sebagai penjual sekaligus sebagai komoditi untuk dijual di pasar, maka penghargaan dirinya bergantung pada kondisi di luar kontrolnya. Seandainya dia berhasil, maka dia bernilai di mata masyarakat, dan sebaliknya seandainya gagal, maka dia tidak bernilai. Masyarakat modern menempatkan manusia pada penilaian yang tidak berdasarkan pada kualitas kemanusiaan melainkan oleh keberhasilannya di pasar. Dengan begitu, penghargaan terhadap manusia terus menerus melalui penegasan dari nilai jual dan keberhasilan sebagai makhluk sosio ekonomi. Hal- hal tersebut pada masyarakat modern inilah merupakan akibat dari alienasi.

PEMBAHASAN

Masyarakat modern saat ini menghadapi masalah yang sangat serius yaitu alienasi. Alienasi adalah sejenis penyakit kejiwaan yang seseorang tidak lagi merasa memiliki dirinya sendiri,sebagai pusat dunianya sendiri melainkan terenggut dalam suatu keadaan yang sudah tidak lagi mampu dikendalikan. Masyarakat modern merasakan kebingungan, kecemasan, keterasingan, dan kesepian karena yang dilakukan bukan atas kehendaknya sendiri melainkan adanya kekuatan luar yang tidak diketahuinya menurut perasaan dan akalnya.

Masyarakat tidak dapat menjadi dirinya sendiri bagaikan seorang manusia yang bertopeng. Di luar seperti orang yang memiliki kehidupan yang baik dan normal, tetapi di dalam ternyata manusia mengalami kebingungan terhadap jati diri, keterasingan, dan kesepian karena begitu besarnya kekuatan teknologi modern sehingga manusia tidak bisa menolak teknologi modern tersebut sehingga tidak dapat menjadi dirinya sendiri.

Dalam dunia modern ini yang bagaikan sebuah penjara dunia abu-abu yaitu dunia antara kebaikan dan kejahatan yang juga semakin tidak jelas, manusia menghadapi mekanisme kerja. Alat-alat produksi baru yang dihasilkan oleh teknologi modern dengan proses yang serba otomatis, mekanisasi dan penuh dengan standarisasi ternyata menyebabkan manusia cenderung menjadi sesuatu yang mati dari proses produksi. Nilai-nilai yang berada di masyarakat pun juga ikut berubah.

Teknologi modern yang sesungguhnya diciptakan untuk pembebasan manusia dari kerja ternyata telah menjadi alat perbudakan baru. Fungsi teknologi modern telah berubah menjadi alat kepentingan pribadi atau golongan yang dipaksakan kepada massa. Sebagai alat untuk mempertinggi tingkat keuntungan dari perusahaan-perusahaan, teknologi modern menciptakan tuntutan-tuntutan agar ia tetap berproduksi dan oleh karena itu menuntut peningkatan waktu kerja bagi manusia.

Di samping itu, teknologi modern juga telah menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru yang sesungguhnya bersifat semu bagi masyarakat. Singkatnya, ia telah memperbudak manusia sekadar menjadi budak dari proses produksi, memperbudak masyarakat untuk mengkonsumsi kebutuhan-kebutuhan semu yang diproduksi olehnya.

Manusia yang semula merdeka, yang merasa menjadi pusat dari segala sesuatu, pusat alam semesta, kini telah diturunkan derajatnya menjadi tak lebih dari sebagai bagian dari mesin, mesin raksasa teknologi modern. Penghargaan sebagai seorang manusia itu sendiri mulai berangsur menghilang.

Dikarenakan proses inilah, maka pandangan tentang manusia menjadi menurun. Nilai manusia kini turun oleh proses bekerjanya teknologi. Ketika manusia masih bekerja dengan tangan, dengan alat-alat yang masih sederhana, manusia menjadi penguasa; artinya manusia masih menguasai kerjanya sendiri.

Tapi kini, ketika manusia menjadi bagian dari suatu produksi teknologi modern, ia hanya menjadi suatu mekanisasi, dan elemen otomatisasi teknologi. Manusia berubah menjadi sekadar sebuah faktor dari mesin sebagai bagian dari mesin itu. Oleh sebab itulah, manusia di zaman modern ini menjadi terbelenggu oleh proses teknologi. Ia teralienasi dari kerjanya sendiri, hasil kerjanya, sesamanya, dan dari masyarakatnya.

Di dalam masyarakat yang kapitalis, manusia hanya menjadi suatu dari pasar. Dalam masyarakat seperti itu, kualitas kerja manusia, dan bahkan kualitas kemanusiaan sendiri, ditentukan oleh pasar. Jika mereka ingin bekerja, maka mereka harus menjual dan menawarkan jasanya ke pasar.

Dalam masyarakat kapitalis, dengan demikian, manusia hanya menjadi bulan-bulanan dari kekuatan pasar. Akumulasi modal dan alat produksi pada sekelompok elite membuat dunia mengalami kesenjangan sosial yang hanya memunculkan kemiskinan massal. Rakyat yang miskin semakin miskin dan yang kaya menjadi kaya.

Yang miskin menjadi sangat bergantung pada pemilik modal yang menguasai pusat-pusat produksi dan ekonomi sehingga kebebasan individu untuk memilih pekerjaan sebagai aktualisasi diri tidak mendapatkan tempat yang kondusif.

Penindasan terjadi secara terus menerus. Mereka bekerja hanya untuk menjaga keberlangsungan hidupnya semata sementara disisi lain pemilik modal memeras dengan seenaknya. Malapetaka dalam sistem kapitalis ini ternyata tak lebih ringan dari malapetaka yang dihadapi manusia di dalam sistem komunis.

Dalam masyarakat komunis, manusia tidak menjadi sesuatu hal dari pasar, tapi menjadi suatu birokrasi. Demikianlah, di dalam kedua sistem sosial masyarakat modern itu, fungsi manusia turun menjadi sekadar elemen.

Dalam beberapa aliran filsafat Barat, kedudukan manusia digambarkan secara absurd sekali. Banyak filosofis Barat kontemporer melihat manusia dalam kedudukan dan fungsinya yang absurd itu. Manusia digambarkan sebagai menderita kesepian yang amat sangat mengalami kesendirian, kebosanan, dan kesia-siaan. Gambaran seperti ini jelas merupakan gambaran yang pesimis.

Manusia yang bebas adalah manusia yang mampu melepaskan jeratan belenggu manusia untuk menuju kebaikan hidup agar manusia tidak terjerumus menjadi budak hawa nafsunya. Kebaikan itu sesuai yang diperintahkan oleh Allah SWT agar manusia bertauhid dan beribadah kepada Allah demi martabat manusia sebagai makhluk yang mulia dan memilki.kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri.

Manusia modern dengan kemajuan teknologi dan pengetahuannya telah jatuh ke dalam jurang pemujaan terhadap pemenuhan materi semata, namun tidak mampu menjawab masalah kehidupan yang sedang dihadapinya. Kehidupan yang dilandasi kebaikan tidaklah bisa hanya bertumpu pada materi melainkan juga pada dimensi spiritual.

Dimensi spiritual ini merupakan anugerah Allah SWT pada manusia. Jika ilmu dan teknologi hanya mampu menyentuh dimensi lahir maka spiritualitas menjadikan alam terlihat jelas yang menghubungkan alam semesta dengan Sang Pencipta.

Manusia yang hidup teralienasi adalah manusia yang hidupnya tidak lagi dibimbing oleh ilahi , maka kehidupannya hanya didasarkan egonya. Ego inilah yang membuat diri manusia tunduk dan patuh pada naluri-naluri rendah dan kebebasannya merupakan pelampasian hawa nafsunya. Hal ini menjadikan manusia tak lagi mampu melihat keindahan alam dengan Yang Maha Indah ini.

PENUTUPAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran konsepsi tentang manusia. Manusia yang pada zaman dulu digambarkan sebagai pusat segala sesuatu, pada zaman modern ini telah tersingkir dan menurun hanya sebagai unsur kecil di dalam sistem raksasa, bahkan telah terbelenggu dan terjerat oleh mekanisme-mekanisme sistem itu..

Manusia yang semula merdeka telah menjadi turun derajatnya karena menjadi budak dari proses produksi, dan menjadi memperbudak masyarakat untuk mengkonsumsi kebutuhan-kebutuhan semu yang diproduksi olehnya. Manusia yang kini menjadi bagian dari suatu produksi teknologi modern, ia hanya menjadi suatu mekanisasi, dan elemen otomatisasi teknologi. Manusia berubah menjadi sekadar sebuah faktor dari mesin sebagai bagian dari mesin itu.

Adanya akumulasi modal dan alat produksi pada sekelompok elite menjadikan adanya kesenjangan sosial yang hanya memunculkan kemiskinan massal yang rakyat yang miskin semakin miskin dan yang kaya menjadi kaya.

Yang miskin menjadi sangat bergantung pada pemilik modal yang menguasai pusat-pusat produksi dan ekonomi sehingga kebebasan individu untuk memilih pekerjaan sebagai aktualisasi diri tidak mendapatkan tempat yang kondusif. Penindasan terjadi secara terus menerus mereka bekerja hanya untuk menjaga keberlangsungan hidupnya semata sementara disisi lain pemilik modal memeras dengan seenaknya.

Menjawab problem alineasi pada masyarakat modern, solusi yang tepat yaitu dengan bertauhid secara baik dan benar. Bertauhid berarti mengembalikan jiwa pada sunatullah (hukum Allah).

Kita akan merasakan harmonisasi antara sesama manusia dan alam sekitarnya serta kesatuan dengan segala ritme alami yang jiwa manusia tertambat pada Allah dengan kasih sayang yang sangat besar pada Allah. Dengan bertauhid secara benar itulah rasanya tidak ada yang dipaksakan, dan tidak ada yang terpaksa, semuanya mengalir dan berjalan dengan baik dalam kehidupan. (shiro)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

twelve − one =